Kamis, 19 Maret 2009

Resep "SOTO SEMARANG" (Resep Keluarga)

" Soto Semarang"

Sekali datang pasti ketagihan

Kalau mau dicoba aja buk........

Bahan:
3 sdm minyak sayur
1 lembar daun salam
1 batang serai, memarkan
2 lembar daun jeruk purut
1250 ml kaldu
2 batang daun bawang, iris tipis
50 g suun kering, rendam air hangat hingga lunak, potong-potong
500 g ayam, rebus hingga lunak, ambil dagingnya, suwir halus
2 batang seledri, iris halus
4 sdm kecap manis
2 sdm bawang merah goreng
1 buah jeruk nipis, potong-potong

Bumbu, haluskan:

4 butir kemiri
1 sdt merica butiran
1 sdt ketumbar
1 cm jahe
1 cm kunyit
2 sdt garam

Cara membuat:
1. Panaskan minyak, tumis bumbu halus hingga harum.
2. Masukkan daun salam, serai, dan daun jeruk. Aduk hingga layu. Angkat.
3. Masukkan ke dalam kaldu, tambahkan daun bawang, masak hingga mendidih. Angkat.
4. Penyajian: Taruh ayam suwir, suun, seledri, dan kecap manis dalam mangkuk.
5. Tuangi kuah panas. Taburi bawang merah dan seledri. Perciki air jeruk nipis.
6. Sajikan bersama Sambal Rawit.

Catatan :
* untuk 4 orang

Terbaru dari Mbak KD



Mbak KD kurang ati -ati


Pengawalnya bagaimana sampai gini ??
Wah untuk yang lain ati -ati ya
Jangan pakai mini skrit atau mau di incar sama paparazi Indonesia......

" Dago n' Coffee"

" Selamat Datang"

Kita tidaklah lengkap memperbincangkan atau sekedar menceritakan kehidupan masyarakat Gayo di Bener Meriah dan Aceh Tengah, tanpa menyinggung tetang ”kopi” dan perbukitan indah di wilayah ini. Kopi telah menjadi salah satu kekuatan hidup orang Gayo, dan telah menggeliatkan kota Takengon sebagai salah satu kota tua sejak jaman Belanda. Salah satu perjalanan atau ekspedisi tertua oleh orang Belanda ke tanah Gayo, menurut laporan Snouck Hurgronje[1] (1996: XVIII) dilakukan tahun 1901. Sejak itu kedatangan orang Belanda tahun 1904 lebih cenderung untuk urusan bisnis perkebunan karena potensi dan kesuburan wilayah ini yang luar biasa. Perkebunan yang dikembangkan yakni kopi arabika, tembakau dan damar. Dalam masa kolonial Belanda tersebut di kota Takengon didirikan sebuah perusahaan pengolahan kopi dan damar. Sejak saat itu pula kota Takengon mulai berkembang menjadi kota pusat pemasaran hasil bumi dataran tinggi Gayo, khususnya sayuran dan kopi.

Memasuki wilayah Kecamatan Ronga-Ronga (Km. … dari Biereun) mulai terlihat tebaran kebun-kebun kopi[2] di tepi-tepi jalan, di pekarangan penduduk, sampai di kebun-kebun di kaki bukit. Panasnya iklim pesisir sedikit demi sedikit tergantikan kesejukan pegunungan. Setelah melewati Ronga-Ronga kita akan terus menanjak berliku-liku di kanan kiri berselang seling antara kebun kopi, hutan pinus, hutan primer, kebun buah-buahan, dll serta melalui beberapa tempat seperti Lampahan, Simpang Balek, Simpang Raya, Simpang Tritit, dan kemudian sampai di sebuah wilayah yang disebut Singgah Mata. Dari salah satu kedai kopi di Singgah Mata ini kita dapat melihat landscape semacam ngarai yang luas dimana seluruh kota Takengon yang tepat di tepi danau Lot Tawar bisa terlihat. Di ujung danau masih terlihat jajaran perbukitan sebagai bagian dari keindahan topografi tanah Gayo. Dengan ditemani secangkir kopi Gayo yang hitam hangat, kita dapat melihat hamparan kebun-kebun kopi yang mulai berproduksi dengan baik setelah sempat ditelantarkan para pemiliknya akibat konflik berkepanjangan.